Puluhan anggota Kesatuan Gerak Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) melakukan ziarah ke taman makam pahlawan (TMP) Tuntung Pandang Pelaihari, Kalimantan Selatan, Sabtu (21/10/2017).
Ketua Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan Ny. Hj. Ati Rachmat Mulyana mengatakan kegiatan berziarah ke taman makam pahlawan dalam rangka memperingari Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari ke-65.
“Ini dalam rangka HUT Kesatuan Gerak Bhayangkari dengan berziarah ke makam para pahlawan,” ujar Ketua Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan.
Ketua Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan Ny. Hj. Ati Rachmat Mulyana mengatakan berziarah ke makam pahlawan merupakan wujud mengenang jasa para pahlawan yang telah berjasa dalam meraih kemerdekaan Republik Indonesia.
“Kami melaksanakan upacara kemudian dilanjutkan peletakan karangan bunga di tugu taman makam pahlawan, dan menaburkan bunga di makam pahlawan,” kata Ketua Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan Ny. Hj. Ati Rachmat Mulyana yang sekaligus juga isteri Kapolda Kalimantan Selatan Brigjen Pol Drs. Rachmat Mulyana.
Sejumlah Pengurus Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan turut hadir di antaranya Wakil Ketua Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan Ny. Lina Nasri, Wakil Ketua Yayasan Kemala Bhayangkari Daerah Kalimantan Selatan Ny. Evy Poerbo Hadijojo, para Pengurus Daerah Kalimantan Selatan, Ketua Bhayangkari Pengurus Cabang Tanah Laut Ny. Nensy Sentot Adi Dharmawan beserta Pengurus Cabang Tanah Laut lainnya.
Kegiatan ziarah ini ditutup dengan penghormatan terakhir kepada arwah pahlawan dan aksi tabur bunga di atas pusara makam para pahlawan.
Seperti diketahui Bhayangkari merupakan organisasi istri Polri yang lahir atas gagasan Ny. HL. Soekanto pada tanggal 17 Agustus 1949 di Yogyakarta, dan sebagai Ketua Pengurus Besar dijabat oleh Ny. T. Memet Tanumidjaya.
Pada tanggal 19 Oktober 1952, dilaksanakan konferensi istri polisi yang dihadiri oleh 27 perwakilan daerah, dimana telah diputuskan untuk bersatu dalam gerak perjuangan melalui wadah tunggal organisasi persatuan istri Polri Bhayangkari dan tanggal tersebut ditetapkan pula sebagai Hari Anak-Anak Kepolisian.
Berselang empat tahun diadakan kongres kedua pada tanggal 25 Desember 1956, telah disahkan Cupu Manik Astagina sebagai lambang Bhayangkari.
Kongres ketiga dilaksanakan tahun 1959, pada kesempatan tersebut disahkan Himne Bhayangkari gubahan RAJ. Sudjasmin dengan syair oleh Ny. SA. Legowo.
Kongres kelima tahun 1963 menetapkan bahwa tanggal 19 Oktober 1952 merupakan Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari.
Pada tanggal 15 April 1964 istri ketiga angkatan dan Polri bergabung dalam satu wadah organisasi yang di sebut Dharma Pertiwi, dimana pada waktu itu terpilih sebagai ketua adalah Ny. B. Soewito dari Bhayangkari, sedangkan Mars Bhayangkari disahkan pada rapat kerja dewan pimpinan Bhayangkari pada tahun 1970 di Jakarta.
Sesuai kebijaksanaan pimpinan Hankam tentang organisasi ABRI tahun 1971 terjadi perubahaan corak kepemimpinan dari tidak fungsional menjadi fungsional, Ketua Umum Bhayangkari pertama yang secara fungsional dijabat oleh Ny. Muhammad Hasan.
Tahun 1974 pada Musyawarah Pusat Bhayangkari IX, sebutan persatuan potensi wanita polri Bhayangkari berubah menjadi Persatuan Istri Anggota Polri Bhayangkari dan merupakan organisasi ekstra struktural yang berada dibawah pembinaan Polri.
Bhayangkari dari tahun ke tahun terus berkembang dalam menjalankan roda organisasinya yang selalu bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga serta membantu tugas-tugas Polri.
Dan dengan adanya reformasi pergantian kepemimpinan nasional tahun 1998, Polri pun ikut mereformasi diri, serta adanya tuntutan dari rakyat agar Polri pisah dari ABRI berdasarkan instruksi dari Presiden No. 2 tahun 1999 dan sementara dibawah Menhankam.
Pada tanggal 22 Juni 1999 diadakan Musyawarah Nasional Dharma Pertiwi IX, pada Munas itu secara resmi Bhayangkari pisah dari Organisasi Induk Dharma Pertiwi.
Setelah melalui proses kemandirian Polri, maka pada tanggal 1 juli 2000, sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 89 tahun 2000 tentang kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia berada langsung dibawah Presiden Republik Indonesia, dan Bhayangkari pun lansung dibawah pembinaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan adanya tuntutan reformasi,guna ditegakkannya supremasi hukum dan Polri Mandiri, maka pada tanggal 25 April 2001 dengan keluarnya Kepres No. 54 tahun 2001 dimana jabatan Waka Polri ditiadakan.
Atas keputusan tersebut berubah menjadi Sekjen Polri kemudian pada tanggal 21 Juni 2001 keluar kembali Kepres No. 77 tahun 2001 tentang diadakan kembali jabatan Waka Polri.
Namun tidak berjalan lama dan mengalami perubahan lagi,sehingga keluar pula Kepres No. 97 tahun 2001 tentang pencabutan kembali stuktur jabatan Waka Polri.
Karena adanya tuntutan kepentingan tugas, dengan Kepres No. 70/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka diadakan validasi Polri.
Penulis : Achmad Wardana
Editor : Drs. Hamsan
Publish : Brigadir Yudha Krisyanto